“Sedikit-sedikit juga bantu dulur-dulur perajin rancangan layangan. Tak kulak, yang butuh bon-bonan ya kuberi. Yang kesulitan menjual rancangan layangannya tak datangi, Alhamdulillah bisa berbagi rejeki sedikit –sedikit. Lumayan bisa buat nempur beras.” Firman Murtado mbrebes mili menangisi dirinya sendiri. Bagaimana dirinya yang gagah masih ngeriwuki mertuanya, sementara Saepul yang kakinya sudah diamputasi malah bisa memberi harapan terhadap para perajin rancangan layangan? Siapakah yang bertanggungjawab, orang di dinas pencerdasan bangsa atau the big boss PT. Pendidikan?
“Yah, daripada ibu-ibu rasan-rasan tonggo atau lihat sinetron yang ndak jelas itu, tak tawari mereka membuat kerajinan rancangan layangan dari bambu. Tak utangi bahan bakunya, tak kulak hasilnya, alhamdulillah katanya banyak yang tertolong buat nempur beras.”
“Wah, sampeyan layak mendapat penghargaan karena—tidak seperti jeragan saya—melakukan terobosan ketahanan ekonomi rakyat kecil. Sampeyan ini membikin saya malu karena saya masih menjadi benalu. Saya, adalah pahlawan pencerdas bangsa tapi pecundang bagi keluarga. Saya belum bisa berbuat apa-apa terhadap seorang pun padahal sudah terlanjur dibaptis sebagai khalifah di bumi” keluh Firman Murtado mengharu biru.
“Ya lumayan, cak. Untungnya sampeyan ndak ditakdir sebagai manusia yang bertugas menyunat, mempungli, membegal atau mengkorupsi hak orang lain. Sampeyan harus bersyukur karena –meski belum menyumbang apa-apa terhadap umat—tidak menghalang-halangi hak orang lain untuk sejahtera dan berjaya.” Firman Murtado mewek mendengar ucapan Saepul.
“Wes, cak. Ndak usai lebay begini, kayak sinetron garapan orang Indonesia saja. Ayo ngopi!” Firman Murtado malah ingin gulung-gulung karena pasti Saepul pincang yang akan mbayari kopi.
Saepul layak diberi anugerah entah apa dari pemerintah. Sebab ia yang sudah diamputasi kakinya, jangankan mempungli, menggelapkan dana desa, menarik uang parkir di lahan umum, pura-pura mendirikan perusahaan pendidikan untuk dimakan dana BOS-nya, menjual narkoba, apalagi korupsi. Meminta-minta saja ia malu. Bangsatnya lagi, sudah tak ngeriwuki pemerintah, Saepul malah sok pahlawan membantu perekonomian para perajin rancangan layangan di Sekarputih, Gondang Wetan, Rejoso serta entah di mana lagi. Dan yang paling nggeregetno, Saepul selalu cengengesan menertawai hidup.
Penulis : Abdur Rozaq/wartabromo
Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda.
Klik disini.