Sumber (wartabromo.com) – Dalam menyambut perayaan Hari Raya Nyepi atau Tahun Baru Saka 1939, Selasa (28/3/2017), Umat Hindu di Kabupaten Probolinggo akan menggelar pawai Ogoh-ogoh. Pawai ini dilaksanakan pada Tawur Kesanga atau Tawur Agung, pada Senin (27/3/2017) mendatang. Pembuatan ogoh-ogoh ini bisa memakan waktu hingga sebulan penuh dan dilakukan secara swadaya oleh masyarakat.
Umat Hindu yang merayakan berasal dari Desa Ledokombo, Wonokerso, Sumber Anom, Pandansari dan Gemito, Kecamatan Sumber, akan mengarak puluhan Ogoh-ogoh. Sebelum dibawa ke Curah Kendil, ogoh-ogoh yang berasal dari lima desa ini, biasanya diarak keliling desa terlebih dahulu. Setelah itu, ogoh-ogoh itu dibawa ke Curah Kendil, Desa Sumber Anom, yang merupakan pusat Tawur Agung.
Ogoh-ogoh raksasa dengan berbagai ukuran dan bentuk yang dibuat tersebut, mengambarkan sifat buruk yang nantinya akan dinetralisir sebagai salah satu prosesi menyambut Hari Raya Nyepi. Dalam mengarak ogoh-ogoh ini butuh puluhan orang untuk mengusung. Sebelum pelaksanaan kegaiatan tersebut, mereka membuatnya selama sebulan penuh.
“Memang setiap tahun sudah seperti ini, butuh sebulan untuk mempersiapkan Tawur Agung. Setelah berladang, biasanya langsung digarap, sampai malam wes mas,” kata Sudir, salah satu pemuda Desa Wonokerso.
Pembuatan ogoh-ogoh ini, tenyata tidak murah, bahkan bisa mencapai Rp. 15 juta untuk 1 unitnya. Untuk itu, warga rela membuat ogoh-ogoh yang melambangkan sifat buruk ini, dari swadaya masyarakat. Meski pembuatannya tidak sulit, dibutuhkan ketelatenan untuk mengerjakan kerangka Ogoh-ogoh dan hiasan. “Pengerjaan ini dilakukan secara detail. Makanya butuh waktu lama untuk pembuatan ini,” terangnya.
Dari lima desa yang mengikuti kegiatan ini, Desa Ledokombo yang paling banyak mengeluarkan Ogoh-ogoh, yakni ada 16 unit dengan berbagai macam jenis dan ukuran. Karena di desa ini, penganut agama Hindu paling banyak diantar desa lainnya.
“Memang seperti itu, karena terbuat dari sterofom, kemudian didalamnya juga ada besi, makanya mahal. Kemudian, selain itu, yang mahal juga karena isi dari ogoh-ogoh hingga seragam pengarak. Semuanya murni masyarakat yang iuran, tidak ada dari pemerintah maupun lainnya,” kata Kepala Desa Ledokombo Ngatari. (saw/saw)