Pasuruan (wartabromo.com) -Pemerintah Kabupaten Pasuruan melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) terus menyisir anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa, untuk selanjutnya dirawat sampai bebas dan berkumpul lagi bersama keluarga.
Akhmad Budiono, Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa (P2PTM Keswa) pada Dinkes Kabupaten Pasuruan mengatakan, sampai saat ini total ada 60 pasien gangguan jiwa yang terus dibantu melalui pengobatan dan perawatan secara gratis. Dari jumlah tersebut, 40 diantaranya yang dipasung sudah dibebaskan, dalam artian bisa berkumpul dengan keluarga secara normal. Sedangkan 20 pasien lainnya masih belum bebas dan dalam perawatan dan pengawasan.
“Semuanya merata di hampir semua kecamatan se-Kabupaten Pasuruan. 40 pasien yang dipasung mulai 2016 sampai sekarang. Seluruhnya kita datangi seminggu sekali untuk kita lihat perkembangan kesehatan dan jiwanya seperti apa,” kata Budiono di sela-sela acara Rapat Koordinasi Pasien Pasung Berbasis Masyarakat di pendopo Nyawiji Ngesthi Wenganing Gusti, Pasuruan, Senin (27/02).
Ditambahkannya, untuk merawat dan mengawasi pasien gangguan jiwa, Dinkes Kabupaten Pasuruan memiliki petugas yang dinamakan tim pengelola jiwa dan itu berasal dari petugas di masing-masing puskesmas kecamatan. Kata Budiono, petugas tersebut yang menyisir dan mencari masyarakat yang mengalami gangguan jiwa untuk selanjutnya dirawat dengan terapi berbasis masyarakat.
“Terapi berbasis masyarakat itu tujuannya agar tidak melakukan hal-hal yang membahayakan bagi keluarga pasien maupun masyarakat di sekitar rumah pasien,” imbuhnya.
Ironisnya, meski ada jemput bola dari Dinkes, akan tetapi masyarakat masih saja ada yang menyembunyikan salah satu anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Dikatakan Budiono, keengganan masyarakat itu memang wajar, lantaran ingin menyembunyikan aib, akan tetapi dirinya menghimbau agar mindset tersebut dirubah.
“Daripada keluarga membiarkan begitu saja, mending kita rawat sampai sembuh dan bisa kita lepas bersama keluarga pasien itu sendiri. Tapi memang masih kita temui beberapa warga yang tidak mau terbuka akan hal ini,” terangnya.
Lebih lanjut Budiono menjelaskan, Program ini melibatkan masyarakat, tokoh masyarakat dan tokoh agama serta stakeholder lainnya. Alasannya tak lain untuk memberikan jaminan bahwa pasien yang sudah dinyatakan waras, dapat berkumpul dengan keluarga, melalui tingkah laku yang diketahui masyarakat juga.
“Kesulitannya melakukan pendekatan kepada keluarga karena rata-rata mereka takut jika dilepas akan membahayakan orang lain. Banyak keluarga pasien menyakini sakit jiwa karena guna-guna dan gangguan makhluk halus. Makanya kita libatkan tokoh masyarakat, PSM (pekerja sosial kemanusian) dan TKSK dari Dinsos),” jelasnya. (mil/yog)