“Pemuda tadi takut kuwalat, gus.” Timpal Mas Bambang.
“Kalau nabrak kucing saja bisa kuwalat, apa menabrak Anak Adam tak semakin kuwalat? Kucing tidak disertifikasi sebagai mahluk mulia oleh Gusti Allah. Yang dilegalisir mahluk paling mulia malah manusia. Kucing, begitu dipanggil Gusti Allah sudah selesai semua hidupnya, tidak ada LPJ amal meski berapa kali ia melakukan hubungan gelap dan hamil. Nah kalau mbahas masalah kuwalat, anak manusialah yang lebih malati.”
“Benar juga?” gumam Cak Manap.
“Logika kita ini banyak yang musykil memang. Menabrak kucing langsung bertanggung jawab mengurus pemakamannya. Kalau perlu pakai talkin dan tahlil. Sementara menabrak manusia malah lari. Bahkan tak jarang kecelakaan itu diskenaroi. Misalnya dengan membiarkan jalan berlubang, membiarkan PJU almarhum, bahkan enak-enak berkendara langsung diberi salam dengan melambaikan celurit, apa tidak kuwalat? Memberi izin orang menggundul dan mengeruk gunung penyebab aspal rusak karena banjir, apa tidak kuwalat? Membiarkan anak-anak muda balap liar dan mengganggu pengguna jalan, apa tidak kuwalat? Membiarkan rakyat ugal-ugalan dan pengemudi becak bapalan, apa tidak kuwalat? Kita ini, lebih berprikehawanan daripada berprikemanusiaan.” Semua hadirin ngaplo.
Penulis : Abdur Rozaq/wartabromo