Ngalap Berkahnya Mbah Hamid

4435

“Lha, hayo, mulai rasan-rasan?” sindir Gus Hafidz.

“Tapi kan itu fakta, gus?” Arif protes.

“Sudah dilokalisasi ke pasar Poncol, kok?” timpal Gus Hafidz.

“Cak Paidi sambat sepi, gus.”

“Insya Allah nanti ramai, asal…”

“Asal tidak usah parkir.” Firman langusung nyauti.

“Mbah Hamid ini insya Allah wali abdal, wali yang loman.” Gus Hafidz mengalihkan pembicaraan.

“Siapa saja yang tawassul, insya Allah didoakan.” Sambungnya.

“Apa nggak syirik, gus?”

“Yang bilang syirik itu belum paham aturan main bertawassul atau ziarah ke makam wali. Wong cuma minta didoakan kok syirik, ya ndak lah.”

“Tawassul itu kan, ibarat mau ketemu Wak Bupati minta tolong sama ajudannya. Nah kalau langsung ujug-ujug mau ketemu Wak Bupati sementara kita bukan siapa-siapa, ribet urusan birokrasinya. Gusti Allah memang tidak kenal “protokoler” untuk berdoa. Siapa saja boleh wadul sama Gusti Allah. Tapi kalau lewat “orang dalam” seperti Mbah Hamid, insya Allah lebih cepat di-ACC doa kita.”

“Tapi kalau dipikir-pikir, acara haul begini ada indikasi boros, gus?” Arif nerocos.

“Lho, kalau kalkulasi sama manfaatnya malah terlalu murah, mas. In memoiam orang soleh itu dampaknya sangat besar buat kita. Kalau kita cerdas, kita bisa niru sedikit-sedikit ahlak beliau. Apalagi Mbah Hamid ini nggak wafat, kok. Sekitar tahun 90-an ada rombongan jamiyah pengajian dari Kalimantan yang mau konfirmasi kenapa beliau absen nggak ngaji rutinan. Kiai Idris bilang kalau Mbah Hamid sudah wafat tahun 1981, tapi mereka ngeyel. Katanya dua minggu lalu masih ngaji di Kalimantan. Mereka baru percaya setelah Kiai Idris mengajak mereka berziarah ke makam Mbah Hamid. Kalau bilang haul itu mahal, ya agak kenemenen, wong Hitler saja masih diperingati haulnya.”

“Apalagi, Mbah Hamid itu bukan hanya abah dari Kiai Idris, tapi juga Mbah dari semua umat di kota santri ini. Yang ditangisi, yang diistighfari, yang dimintakan keselamatannya bukan hanya dzurriyah beliau. Bahkan Wak Takrip pun, didulang sama Mbah Hamid. Kalau Mbah Hamid tidak “beristirahat” di sini, Wak Takrip takkan jual kacang godog di sini. Kalau nggak ada haul Mbah Hamid, Wak Takrip dan ribuan pedagang itu, selain sepi juga diriwuki oleh para petugas penertib kota.” Ujar Gus Hafidz lalu pamit sebentar hendak ke makam Mbah Hamid.

Penulis : Abdur Rozaq

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.