Maka, pada suatu malam, tanpa sepengetahuan suami aku berangkat ”hijrah”. Kutinggalkan anak, suami, orang tua dan kujual rumah tanpa sepengetahuan mereka. Kulakukan semua itu dalam rangka meniru jejak langkah para sahabat nabi. Bukankah dulu mereka juga harus meninggalkan keluarga, meninggalkan harta dan kemapanan di Makkah? Aku berangkat berhijrah ke Kalimantan dalam rangka menyempurnakan agamaku.
Namun aku kecewa karena Kalimantan bukanlah Madinah. Tak ada kaum Anshar yang menolong kami begitu sampai di sana. Jangankan sambutan, kami malah diusir, dicaci, dikejar dan tampung di penampungan para pengungsi. Lalu, para taghut—pemerintah—memulangkan kami ke rumah masing-masing.
Aku, tak tahu harus pulang ke mana. Rumah dan tanah sudah kujual. Suami telah menceraikanku dan anakku telah diasuh oleh mertuaku. (Abdur Rozaq)