Sukapura (wartabromo) – Erupsi Gunung Bromo memicu kenaikan harga sayuran. Sejak sepekan terakhir harga sayur mayur di kawasan lereng Bromo, mengalami kenaikan hingga 100 persen.
Harga sayur mayur di kawasan lereng Gunung Bromo Kabupaten Probolinggo, mengalami kenaikan drastis. Dipicu minimnya stok sayuran setelah sayuran petani rusak tertimbun debu vulkanis.
Stok sayuran hasil panen petani mayoritas hanya bawang pring, yang dikenal lebih tahan abu vulkanis. Sementara sayuran khas suku tengger lain, seperti kentang, kubis, dan sawi, rusak. Bahkan sebagiannya gagal dipanen.
Dibanding harga lama, kenaikan harga ditingkat petani sampai menembus hingga 100 persen. Hingga Kamis (14/1/2016) harga bawang pring naik dari Rp 4.500 menjadi Rp 9.000 per kilo gram. Sayuran jenis kentang dari harga Rp 7.000 menjadi Rp 10.000 per kilo gram. Sementara harga kubis kini menjadi Rp 5.000 dari harga awal Rp 2.500 per kilo gram. Sedangkan harga sawi sebesar Rp 3.000, padahal harga lama hanya Rp 1.500 per kilo gram.
Bagi pengepul, kenaikan harga sayuran tak hanya mengurangi jatah pembelian, namun mereka juga kesulitan mendapatkan pasokan. “Ya sekarang melonjak hargnya soalnya kan sebagain kayak kentang sama kubis sudah tidak hidup lagi kena vulkanik ini. Sudah melambung tinggi sekarang, kami kesulitan memenuhi stok,” ujar Buadin, salah satu pengepul sayuran Bromo.
Meski mengalami kenaikan harga, namun petani justru mengaku rugi. Pasalnya, kenaikan harga tidak diimbangi hasil panen yang memadai. Petani hanya dapat memanen sebagian sayuran yang bertahan dari timbunan debu vulkanis. Satu hektar lahan yang biasanya menghasilkan 10 ton bawang pring, kini hanya bisa dipanen 3 ton saja.
“Rugi karena banyak yang rusak, yang hidup cuma bawang pring, kentang kubis mati,” tutur petani suku Tengger Rasib.
Oleh pengepul, sayuran lereng Bromo dipasok kembali ke sejumlah pasar di wilayah Probolinggo, hingga ke Malang dan Surabaya. (saw/fyd)