RSUD Guantanamo

751

rawat-inap-puskesmasCak Manap, owner warung kopi pinggir kali itu sakit. Sebenarnya sudah lama ia mengeluh dadanya sakit saat bernafas. Pernah periksa di sebuah klinik swasta, Cak Manap didiagnosa menderita komplikasi. Gejala sakit jantung, paru dan penyakit aneh yang belum diketahui namanya. Cak Manap menderita gejala gangguan jantung karena sering shok memikirkan negara, bangsa dan agamanya. Terkena radang paru bukan hanya karena asap rokok, tapi juga oleh asap knalpot motor anak-anak muda yang suka konvoi dan balap ”nonformal” tiap malam.

Kota kecil Cak Manap memang sudah cukup sejahtera. Setiap orang sudah mampu mengkredit motor tiga hingga empat buah. Masyarakat sudah membaik tingkat perekonomiannya, sehingga uang saku anak-anak untuk membeli bensin, oli, biaya modifikasi motor, doping agar tak takut saat balapan—pil koplo—dan biaya berobat andai terjadi kecelakaan, tak perlu terlalu dipikirkan.

Hmm, sampeyan pasti heran dengan hasil analisa laboratorium swasta yang sangat detail itu. Analisa penyakit ISPA kok sampai nyerempet pada masalah sosial, ekonomi dan budaya. Tapi sampeyan pasti langsung menjawabnya sendiri. Swasta seringkali lebih profesional daripada yang bukan swasta karena profesionalitas adalah jaminan keberlangsungan lembaga atau institusi mereka sendiri. Swasta sangat sadar jika sebenar-benar juragan itu adalah pelanggan atau klien. Andai semua orang yang diamanati untuk melayani kepentingan umum bermental swasta, Indonesia Raya ini akan baik.

Pelayan publik yang bukan swasta mungkin perlu merenung-renung sebelum berangkat tidur, bahwa sistem kerajaan telah lama digantikan di negeri ini. Kasta juga telah dihapus pelan-pelan sejak zaman Wali Songo. Jika masih ada oknum yang masih kukuh mempertahankan kedudukannya sebagai kasta Ksatria, mungkin beliau-beliau termasuk ashhabul kahfi yang ditidurkan ratusan tahun dalam goa kekolotan lalu dibangunkan setelah demokrasi, liberalisme bahkan atheisme mewabah di Indonesia Raya Merdeka Zamrud Khatulistiwa Gemah Ripah Loh Jinawi ini.

Mungkin juga beliau-beliau masih memegang kukuh budaya priyayi. Abdi negara wajib di-sembah sungkemi, diberi upeti dan kaum Sudra adalah golongan manusia yang diciptakan Tuhan sebagai cantrik kasta-kasta di atasnya. Dulu kaum Sudra wajib membayar upeti, ngawulo bahkan disetarakan dengan –maaf—ternak yang boleh diapakan saja dalam rangka menjamin kesejaheraan serta kenyamanan hidup para Brahmana dan Ksatria titisan dewa. Dan salah kaprah purba itu kembali di-ugemi setelah Kanjeng Nabi memberantas habis dan para Sunan melipatnya dalam lemari sejarah. Ah, andai segenap pelayan publik nonswasta negeri ini tidak amnesia, asyik rasanya.

Sedangkan ”penyakit aneh” Cak Manap didiagnosa sebagai penyakit ”kiriman” oleh seorang dukun. Seorang saingan belum bisa legowo dengan ramainya warung kopi Cak Manap. Karena HAM begitu ditegakkan, orang menjewer orang bisa menghabiskan tegal-sawah, saingan Cak Manap menggunakan jasa tukang kirim paku via jin. Dan wallahu a’lam bis shawab tentang itu. Tidak percaya ini di Indonesia—di Jawa lagi–,  mau langsung yakin tidak bisa dibuktikan.

Ustadz Karim, Cak Mukri, Mas Bambang dan Gus Hafidz menjenguknya di rumah sakit. Sudah habis-habisan Ustadz Karim menghibur Cak Manap, tapi ia masih murung juga. Cak Mukri menangkap gelagat itu di wajah Cak Manap.

”  Jangan terlalu panik lah, cak. Wong masih segar bugar begini, kok” katanya.

” Nanti kalau sembuh makan nasi belut lagi di Kraton sana. Saya yang traktir” sambung Ustadz Karimun. Tapi Cak Manap masih cemberut. Mirip tim sukses pilkada yang calonnya belum mendapat amanat rakyat untuk memimpin. Kawan-kawan Cak Manap yakin bukan karena penyakitnya itu Cak Manap murung. Orang kecil seperti dia sudah terbiasa sakit maupun disakiti. Semuanya menjadi benderang setelah Yu Markonah –istri Cak Manap—angkat bicara.

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.