Kraksaan (wartabromo) – Pembahasan Upah Minimum Kabupaten (UMK) tahun 2016 antara Pemerintah Kabupaten Probolinggo dengan pengusaha dan serikat pekerja terus dilakukan. Namun sayang, pertemuan tersebut masih belum membuahkan hasil. Karena deadlock, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) menyerahkan besaran UMK pada pemerintah pusat.
Dari informasi yang berhasil dihimpun wartabromo.com, pertemuan tersebut mengalami deadlock pasalnya usulan dari Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Probolinggo tidak disanggupi Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) lantaran terlalu tinggi. Disebut-sebut SPSI Probolinggo meminta untuk UMK 2016 berada di kisaran Rp 1,7 juta atau ada kenaikan hingga Rp 150 ribu dari UMK tahun ini.
“Penetapan UMK Tahun ini rencananya akan diambil alih oleh Pemerintah Pusat, jadi alangkah baiknya menunggu dari pemerintah pusat itu. Karena kalau misalkan kami beberkan di media kemudian tidak sama dengan penetapan khwatir jadi polemik di kalangan pekerja dan pengusaha,” kata Sigit Sumarsono Kepala Disnakertrans pada wartabromo.com, Kamis (29/10/2015).
Hal itu bukannya tanpa alasan, sebab saat ini Pemerintah Pusat sedang membahas Rancangan Peraturan Pemerintah tentang upah minimum. Penetapan upah minimum tersebut dikabarkan masuk dalam kebijakan jilid IV yang fokus pada ketenagakerjaan. “Nah alangkah baiknya menunggu saja,” jelasnya.
Dalam draf RPP tersebut, upah minimum didasarkan pada inflasi dan produk domestik bruto dan tidak lagi mengacu pada hasil survey pasar Harga Kebutuhan Layak (KHL). Sementara proses penetapan UMK 2016 sedang berjalan.
Diketahui, Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kabupaten Probolinggo tahun ini senilai Rp 1.550.000. Meski demikian, sesuai dari hasil survei kebutuhan hidup layak (KHL) yang dilakukan Pemkab Probolinggo senilai Rp 1.678.000.
Penetapan UMK tahun 2016 ini seakan menjadi dilema bagi pemerintah. Hal itu bukannya tanpa alasan, pasalnya saat ini ekonomi Indonesia melemah, terbukti sejumlah perusahaan mulai memPHK karyawan. Selain itu, jika kenaikan UMK terlalu tinggi, jelas dampaknya pada keberlangsungan perusahaan, termasuk di Kabupaten Probolinggo. (saw/fyd)