Pasuruan (wartabromo) – Pemberian insentif pajak kepada para pegawai pajak jadi polemik. Pemberian insentif seperti dalam Surat Edaran No. 64/PJ/2015 Tentang Insentif Pegawai Direktorat Jenderal Pajak, dinilai menabrak Undang-undang No. 28 Tahun 2007.
“Ini kebijakan yang tidak bijak di tengah tidak tercapainya target penerimaan pajak pada 2015. Hal itu juga melanggar UU No. 28 tahun 2007 pasal 36D,” kata Ketua Umum Ikatan Pesantren Indonesia (IPI), KH Zaini Ahmad, di Pesantren Al-Ikhlas, Wonorejo, Pasuruan, Minggu (25/10/2015).
Menurut pengasuh pesantren Al-Ikhlas ini, terbitnya Surat Edaran (SE) No. 64/PJ/2015 Tentang Insentif Pegawai Direktorat Jenderal Pajak, bertentangan dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 36 D. Dimana insentif atau bonus bisa diberikan jika target pajak bisa terpenuhi.
“Ini jadi kejahatan kepada masyarakat di tengah kesulitan ekonomi. Padahal hingga kwartal ke III 2015 ini, baru 56% saja dari target pajak sebesar Rp 1.300 triliun,” imbuh Zaini.
Atas beredarnya SE Dirjen Pajak itu, Gus Zaini memperkirakan akan trrjadi tekanan kepada seluruh lapisan masyarakat. Sehingga dibutuhkan pemantauan dan langkah pencegahan oleh aparat penegak hukum di Indonesia.
“Makanya kami mendesak, agar DPR RI, kepolisian, kejaksaan dan termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memantaunya,” tandasnya.
Seperti diketahui, seluruh pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mulai November 2015, akan menerima tambahan 1.30 kali tunjangan. Para pegawai ini sebelumnya juga sudah menerima remunerasi 2.5 lipat gaji. Pemberian insentif tersebut guna menggenjot target penerimaan pajak negara 2015 sebesar Rp 1.300 triliun. (fyd/fyd)