Lailatul Qodar sudah disanggong sejak awal Ramadhan bahkan insya Allah sampai selepas Idul Fitri nanti. Setiap malam para muslimin Qiyamul Lail atau melekan tanpa absen sama sekali. Agar tidak ketiduran, banyak cara yang ditempuh oleh para pengintai itu. Selepas tarawih golongan tua segera nyangkruk di warung-warung kopi seraya menonton televisi atau muthalaah Kitab Tafsir Mimpi. Ada yang bawa kertas dan balpoin segala seraya orat-oret deretan angka-angka sakti.
Ramadhan begini ilham lebih tajam apalagi kalau istiqomah Qiyamul Lail. Ada yang mengasah ketajaman insting berpolitik dengan bermain catur dan yang kalah harus membayar kopi. Lumayan, ilmu politik catur bisa dipraktikkan saat menjadi tim sukses pemilu sebagai pekerjaan musiman buat menambah pengahsilan. Ada yang muthalaah Kitab Dominoiyyah atau Kitab Remiyyah. Atau sekedar rasan-rasan agar kantuk tidak datang.
Anak-anak muda, juga anak-anak kecil, memilih cara lain untuk mengusir kantuk. Tentu saja sama-sama ngopi karena kota Ciprut adalah kota seribu satu warung kopi. Tapi golongan ini lebih dinamis lagi. Maklum, anak muda!. Hormon Testosteron dan Andrenalin masih deras-derasnya. Jadi mereka seakan tak punya rasa lelah, rasa takut atau setidaknya rasa sungkan.
Dalam rangka mensukseskan Qiyamul Lail mereka biasanya mengasah bakat-bakat terpendam sebagai pembalap professional. Di dukung oleh kesejahteraan rakyat Indonesia Raya yang kian meningkat, terbukti dengan setiap kepala sudah bisa mengkredit sepeda motor, maka setiap ruas jalan kampung yang mulus setelah diaspal dengan dana PNPM, berubah menjadi sirkuit. Malam jadi semarak oleh raung-raung knalpot grong, urakan, pisuhan bahkan tak jarang rebut-ribut perkelahian. Masyarakat tidak boleh menegur karena Indonesia Raya adalah negara demokrasi. Atau kalau sampai terpancing emosi lalu njotos mereka, bisa terjerat HAM dan undang-undang anti kekerasan. Bisa dipenjara atau kalau diselesaikan secara kekeluargaan bisa menghabiskan tegal sawah. Ini negera demokrasi, masyarakat harus sabar jika ingin selamat atau kalau tidak sabar, pilih beli santet saja.
Tapi ada juga anak-anak muda, juga anak-anak kecil yang lebih kalem. Tak suka balapan karena itu mereka anggap norak dan kemaruk. Golongan ini biasanya tak suka kegaduhan, apalagi kekerasan. Biasanya juga, yang ini tipe-tipe melankolis dan romantis yang lebih bahagia menebar cinta daripada permusuhan. Sukanya sembunyi di kamar. Pintu ditutup, lampu dimatikan lalu paket-paket murah operator selular mereka manfaatkan betul. Mereka bisik-bisik dengan suara kalem bicara dengan bahasa yang tidak hanya santun, tapi juga puitis, romantis bahkan bersayap-sayap. Kalah Kahlil Gibran!.
Andai bibir bukan buatan Tuhan, sudah pasti ia akan aus atau bahkan protol. Sejak sore golongan ini cuap-cuap dengan tata bahasa yang tetap terjaga. Tetap romantis, kalem dan disana-sini terdapat kalimat sanjungan. Kadang terdengar juga kalimat-kalimat terdengar merajuk, dan itu bisa diselesaikan dengan copy darat selepas sahur nanti di kebon pisang belakang rumah.
Ada lagi golongan anak muda yang menyiasati rasa kantuk dengan cara berbeda. Ini biasanya dari golongan anak-anak ahli IT. Mereka tidak suka berkhalwat di kamar atau balapan liar. Agar tidak tertidur dan ritual Qiyamul Lail batal, mereka mencari tantangan dengan membantai mahluk-mahluk virtual di warung game online. Ternyata mujarab juga metode mereka.
Jangankan tertidur, mengantuk pun tidak. Metode ini dituntut konsentrasi tinggi agar tak kalah bertarung dengan mahluk-mahluk virtual itu. Jika konsentrasi penuh masih juga kalah, ya bagaimana lagi, harus misuh sekeras-kerasnya biar lega.