Baru pada hari ketiga Ramadhan, Ciprut sudah melihat banyak warung buka siang hari. Sebenarnya hati Ciprut sempat panas melihat kenyataan itu. Tapi karena Gusti Allah saja masih “santun” dalam menegur dan ini negara demokrasi, Ciprut hanya bisa mengelus dada. Lagi pula dia itu siapa?, Sok moralis, mau marah-marah sama pemilik warung yang cari makan sendiri. Tidak mendapat jaminan sosial dari pemerintah meski sebenarnya negeri kita ini jauh lebih kaya dari Amerika. “ Kalau Wak Lurah hendak menutup paksa warung yang buka siang hari pada bulan Ramadhan, lumrahnya ya memberi kompensasi kepada pemilik warung. Atau kalau pemilik warung bisa arif sedikit, hasil bekerja selama setahun disisihkan buat biaya hidup selama Ramadhan”. Kata H Rambo menimpali Ciprut yang nggeremeng tak karuan.
“Ini di Pasuruan, kota yang setiap jengkalnya di tumbuhi pesantren besar dan kecil. Bagaimana di tempat-tempat lain yang ilmu agama hanya dipelajari dari ayat dan hadits di gambar kalender?. Ini di Indonesia, negara dengan mayoritas muslim itu”. Ujar Ciprut bergumam kepada dirinya sendiri.
Selepas sholat duhur sambil leyeh-leyeh di surau dekat sawah, Ciprut manggut-manggut sendiri teringat firman Allah saat menurunkan perintah puasa: “ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa seperti yang telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, supaya kalian bertaqwa”. Mengingat ayat itu, Ciprut juga teringat dengan tafsir yang pernah dibedah oleh K.H Che Guevara saat nyangkruk di warung kopi alun-alun.
“ Para ulama salaf sepakat jika puasa adalah barometer iman kita. Artinya, untuk membedakan muslim yang masih punya iman itu gampang, hanya dengan melihat apakah dia puasa atau tidak ketika bulan Ramadhan”. Tentu saja Ciprut, H. Rambo dan yang lain kelojotan mendengar penjelasan K.H Che Guevara saat itu. Jadi bisa segawat itu?. Batin Ciprut.
“ Yang dipanggil Allah untuk berpuasa hanya orang-orang yang beriman, lho. Allah tidak menggunakan ya ayyuha lladzina aslamuu atau ya ayyuhalladzina muslimuuna, tapi ya ayyuhalladzina aamanuu. Makanya, jangan heran jika banyak orang Islam yang tidak puasa karena belum tentu muslim itu juga mukmin”. Ciprut saling pandang dengan yang lain.
“ Baca syahadat itu baru registrasi untuk memjadi member Islam. Setelah itu kan ya perlu menunjukkan loyalitas terhadap Islam dengan memasrahkan diri terhadap “AD/ART”. Nah, puasa ini, ibarat penyaringan kader partai. Siapa yang abal-abal dan benar-benar “loyal” bisa diketahui dengan kuat tidaknya ia menjalankan puasa di bulan Ramadhan. Makanya jangan heran jika Cak Manap yang bekerja di dinas kementerian pembangunan ( kuli batu) sanggup melaksanakan puasa, sedangkan Mas Bambang yang bekerja di dinas pertambangan (kolektor batu akik) malah sedal-sedul di warung kopi pagi hari. Dilihat dari prosentase energi yang mesti dikeluarkan oleh keduanya, jelas Cak Manap lebih ngoyo dan rekoso. Kenapa justru Cak Manap mampu berpuasa, karena Cak Manap insya Allah sudah dipilih Allah sebagai orang yang beriman”.
“ Ya nuwun sewu, dulu para sahabat Kanjeng Nabi malah harus bacokan sama kafir Qurays saat bulan puasa begini. Ya bagaimana lagi, wong enak-enak puasa Abu Jahal langsung nggruduk dari Makkah mau ngobrak-ngabrik Madinah. Umat Nabi-nabi terdahulu malah berpuasa selama setahun, buka puasa dan sahurnya hanya sekali, ya pas waktu sahur itu”.
“ Lalu kenapa sih Allah mewajibkan puasa segala?. Itu kan mengganggu produktifitas, mobilitas bahkan kerja otak jadi kurang maksimal?” Tanya K.H Che Guevara saat itu, seakan sengaja mewakili pertanyaan Ciprut dan yang lain.