Tutur (wartabromo) – Populasi sapi perah sebanyak 18.200 ekor di Kecamatan Tutur menghasilkan kotoran yang membuat kepala warga pening. Namun masalah tersebut terjadi pada 7 atau 8 tahun silam. Kini, warga justru merasakan manfaatnya setelah kotoran sapi itu diolah menjadi biogas.
Sedikitnya 30 kampung atau sekitar 2.700 rumah tangga, memanfaatkan pengolahan kotoran sapi menjadi biogas. Hasilnya, ribuan rumah itu bebas dan tidak dibingungkan dengan naik atau langkanya harga elpiji di pasaran. Bahkan mereka juga tidak bingung lagi jika listrik padam, karena listrik juga dihasilkan oleh biogas.
“Sebanyak 18.200 ekor sapi perah dan 5.500 peternak, 1.350 peternak di antaranya yang memanfaatkan biogas. Untuk sebuah pengolahan biogas, bisa digunakan untuk dua rumah tangga,” kata Hariyanto, Penasehat KSP Setia Kawan.
Penggunaan biogas oleh warga Nongkojajar ini dilakukan sejak 2008 lalu. KSP Setia Kawan memberikan pembinaan kepada peternak yang menjadi anggotanya dan selanjutnya peternak diberi modal kredit untuk membuat pengolahan limbah.
Pemanfaatan biogas ini pun mendapat perhatian kalangan internasional dan sebuah lembaga lingkungan dari Belanda sehingga membantu tambahan atau subsidi dana untuk pembuatan limbah yang biayanya mencapai sebesar Rp 8 juta per pengolah limbah.
“Dari pemanfaatan biogas, saya bisa menghemat pengeluaran biaya untuk kebutuhan rumah tangga. Setiap bulannya sekitar Rp 300.000 hingga Rp 400.000, untuk elpiji dan listrik dapat disimpan,” ucap Endang Trisulawati, warga Dusun/Desa Gendo.
Bukan hanya menghemat pengeluaran rumah tangga, dari pengolahan biogas, warga juga tidak bingung memenuhi kebutuhan pupuk untuk lahan pertaniannya. Seperti dialami Edy Hayatullah, peternak yang baru pulang dari Selandia Baru untuk belajar cara beternak yang bagus.
“Itu yang saya gunakan untuk memupuk hamparan pakan ternak hingga tumbuh subur. Hasilnya tanaman subur dan buah-buahan juga lebat,” kata peternak pemilik 36 ekor sapi ini. (rjo/yog)