Pasuruan (wartabromo) – Kota Pasuruan yang dikenal sebagai kota perdagangan dan jasa sejak era masa lampau dan masa keemasannya di jaman Penjajahan Belanda, justru karena keberadaan Pelabuhan Tanjung Tembikar.
Namun saat ini, nasib pelabuhan yang dulu menjadi roh kehidupan warga Kota Pasuruan itu, bagaikan onggokan barang bekas. Tambatan tempat sandar kapal dan deretan pergudangan tua tak terpakai, bahkan portal pintu masuk pelabuhan, mubadzir tak dimanfaatkan.
Menurut Pranoto, Wakil Ketua DPRD Kota Pasuruan, Pelabuhan Kota Pasuruan dapat difungsikan dengan melakukan perluasan dengan membangun dermaga baru.
“Dulu pernah dilakukan kajian dan sudah diusulkan ke pemerintah pusat untuk membangun pelabuhan itu. Pemerintah pusat malahan saat itu sudah memberikan lampu hijau agar pembangunan bisa dilakukan,” kata Pranoto.
Dalam detil rancangan yang diajukan pada sekitar 2008-an itu, pelabuhan bisa dibangun di seblah Barat dari bagian pelabuhan Tanjung Tembikar saat ini. Panjang pelabuhan lebih dari 5 kilometer membujur dari Timur di sekitar kelurahan Ngemplakrejo hingga ke Barat di Kelurahan Kebonsawah, Tambakaan.
Untuk mendapatkan kedalaman yang layak, agar kapal-kapal berukuran besar dapat bersandar, pelabuhan harus dibangun menjorok ke laut di arah Utara. Arag ke Utara itu menjorok ke laut hingga sepanjang 1,5 kilometer dari titik pantai.
“Untuk membangun pelabuhan yang menjorok ke laut itu, memang harus dilakukan reklamasi. Hamparan dari hasil reklamasi itu bisa dijadikan tempat untuk lahan lahan industri, perdagangan, jasa dan lainnya,” tandas Pranoto.
Informasi rencana pengajuan pembangunan pelabuhan yang dilakukan saat pemerintahan Aminurrokhman-Pudjo Basuki, ke pemerintah pusat di Jakarta juga dibenarkan oleh Bambang Sulistiyo Wardono. Mantan Kepala Dinas Perhubungan Kota Pasuruan yang sudah pensiun itu, menyampaikan jika ia pernah ditugaskan mengurusi pengajuan tersebut.
“Saya mengurusinya atas perintah Wakil Walikota Pasuruan saat itu, H Pudjo Basuki. Anggaran yang diperlukan memang besar, waktu itu sekitar Rp 500 miliar. Pemerintah pusat sudah menyetujuinya dan pelaksanaan pembangunan tergantung kepala daerah setempat,” ujar Bambang Sulistiyo.
Pertimbangan pembangunan pelabuhan baru berada di sebelah Barat dari Pelabuhan Tanjung Tembikar saat ini, dilatar belakangi sejumlah masalah. Di antaranya keberadaan pelabuhan saat ini tidak memungkinkan lagi dapat dimasuki kapal-kapal besar untuk bersandar.
Menurut Bambang Sulistiyo Wardono, kedangkalan pelabuhan Kota Pasuruan saat ini disebabkan kedalaman yang terlalu dangkal. Penyebabnya, di sekitar pelabuhan, terdapat tiga muara sungai besar, yakni Sungai Gembong, Sungai Welang dan Sungai Petung serta sejumlah anak sungai lainnya.
“Selain itu, sedimentasi di Sungai Gembong juga sangat tinggi. Sehingga perairan tepat di mulut pelabuhan, juga banyak dipenuhi lumpur. Kalau dipaksakan, kapal akan mudah terjebak karam,” terang Sulis.
Dari Subur Riyadi, Pensiunan pegawai Kesyahbandaran Pelabuhan Pasuruan disampaikan, pilihan pembangunan pelabuhan baru Kota Pasuruan di sebelah Barat dari Pelabuhan Tanjung Tembikar. Karena tidak memungkinkan lagi dibangun di sebelah Timur pelabuhan saat ini. Alasannya, di sekitar pelabuhan hingga ke sebelah Timur, banyak terdapat ranjau-ranjau laut sisa penjajahan Belanda.
“Pasuruan memang menjadi daerah penting bagi penjajah saat itu, karena asset-assetnya yang melimpah. Belanda ingin melindungi assetnya secara total dengan memasang ranjau-ranjau laut berukuran besar. Untuk mengambil ranjau-ranjau itu juga sangat berbahaya, karena semuanya masih aktif,” terang Subur Riyadi.
Sebenarnya bukan hanya di sebelah Timur saja ranjau-ranjau laut yang ditinggalkan Belanda saat diusir Jepang. Di sebelah Barat juga ditebarkan, meski jumlahnya tidak seberapa besar.
“Karena alasan-alasan itu, pembangunan atau perluasan Pelabuhan Kota Pasuruan harus tetap menjorok ke laut. Baik dengan pertimbangan kedalaman maupun keamanan untuk kapal-kapal yang akan bersandar melakukan bongkar muat,” urainya.| Tabloid Titik Temu Edisi 7