Gempol (wartabromo) – Gunung Penanggungan dalam Kitab Negara Kertagama disebut dengan Gunung Pawitra karena bentuknya yang gagah dengan puncak kerucut dan di kanan-kirinya terdapat anak gunung, sehingga terkesan bak sosok seorang perwira yang gagah perkasa.
Dalam perjalanan Bangsa Indonesia, keberadaan Kawasan Gunung Penanggungan, tidak akan pernah terlepas dari masa kejayaan Kerajaan Majapahit yang menjadikan gunung yang nampak gagah itu sebagai titik pusat pemerintahannya. Makanya tidak heran jika Gubernur Jawa Timur, Soekarwo menetapkan Gunung Penanggungan sebagai Kawasan Cagar Budaya yang harus dilindungi.
Gubernur jawa Timur, Soekarwo, menetapkan Gunung Penanggungan sebagai Kawasan Cagar Budaya dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur Jatim, No 188 tertanggal 14 Januari 2015. Secara keseluruhan SK tersebut menyebutkan bahwa Gunung Penanggungan merupakan tempat bersejarah bagi Bangsa Indonesia karena di lokasi tersebut banyak warisan berupa benda-benda bersejarah peninggalan kerajaan-kerajaan masa lalu.
Penetapan Gunung Penanggungan sebagai Kawasan Cagar Budaya oleh Gubernur Jawa Timur itu merupakan tindak lanjut dari rencana Pemerintah Propinsi (Pemprop) Jawa Timur, yang sebelumnya mendaftarkan situs-situs kerajaan di Gunung Penanggungan ke badan dunia milik Persatuan Bangsa Bangsa (PBB), yakni United Nation Educational Scientific and Cultural Organization (Unesco). Hal itu disampaikan beberapa kali oleh Soekarwo dalam berbagai kegiatan yang digelar di Taman Candra Wilwatikta Pandaan.
“Gunung Penanggungan menjadi pusat Kerajaan Majapahit sebagai kerajaan yang pertama kali berhasil mempersatukan NKRI, bahkan daerah kekuasaannya mencapai wilayah Semenanjung Malaka. Makanya situs Majapahit, harus dapat terjaga. Salah satun upaya menjaganya, Pemprop Jatim mendaftarkannya ke UNESCO agar dijadikan sebagai situs dunia,” tandas Soekarwo.
Melalui Dinas Pariwisata Jawa Timur, SK Gubernur ini dikirim ke Dinas Pariwisata Kabupaten Pasuruan, Dinas Pariwisata Kabupaten Mojokerto dan sejumlah pihak yang terkait untuk itu. SK gubernur tersebut disebarkan oleh Dinas Pariwisata Jawa Timur pada awal Februari lalu.
Dengan dijadikanya Gunung Penanggungan sebagai Kawasan Cagar Budaya, keberadaan situs-situs di lokasi tersebut, diharapkan mempunyai makna lebih luas lagi bagi para generasi muda.
“Situs ini harus menjadi sarana untuk belajar bagi generasi muda, agar mereka tahu kebesaran Kerajaan Majapahit dan bangga atas budaya bangsanya. Sehingga para generasi muda dapat mewarisi jiwa besar, tidak mudah menyerah dan mampu menghadapi kesulitan untuk kesejahteraan bangsanya. , mampu meningkatkan kesejaheraan,” imbuh Soekarwo.
Meruntut turunnya SK Gubernur Jawa Timur itu, wajar jika sekitaran Gunung Penanggungan dijadikan Kawasan Cagar Budaya. Karena kelahiran sejumlah kerajaan besar yang mewarnai jalannya kehidupan sejarah Bangsa Indonesia, berada di lokasi itu.
Perpindahan pusat kerajaan dilakukan pada abad X, diawal tahun 900-an oleh Mpu Sendok dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, tepatnya di sekitar Kediari dan daerah lainnya. Perpindahan lokasi pemerintahan itu sekaligus menandai runtuhnya wangasa Dinasti Syailendra dan naiknya wangsa Dinasti Sanjaya.
Meski pusat kerajaan berada di Kediri, namun Mpu Sendok juga memiliki perhatian yang besar di daerah Gunung Penanggungan dan saat itu baru ditetapkan sebagai daerah perdikan. Yakni sebuah daerah yang memiliki kekhususan tersendiri atau otonomi yang luas, untuk melakukan penataan dan pengelolaan daerah serta bebas dari pajak yang harus dibayar.
Gunung Penanggungan yang berlokasi di Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Mojokerto, sebagai pusat budaya itu terus berkembang di masa Kerajaan Kediri. Itu nampak dari sejumlah situs, baik peninggalan Raja Mpu Sendok maupun peninggalan Raja Airlangga.
Bahkan peninggalan Raja Mpu Sendok, yakni Prasasti Sukci/Cungrang di Dusun Suci, Desa Bulusari, Kecamatan Gempol yang bertarikh 18 September 929, justru dijadikan sebagai hari jadi Kabupaten Pasuruan yang pada 2014 lalu diperingati sebagai Hari Jadi Kabupaten Pasuruan ke 1.085.
Selain Prasasti Cungrang, masih banyak lagi peninggalan Raja Mpu Sendok di sekitar Gunung Penanggungan yang masuk wilayah Kabupaten Pasuruan. Seperti situs Batu Rantai di Desa Bulusari, Candi Roboh di Desa Wonosunyo (2 kilometer jalan setapak sebelah kanan Candi Belahan/Sumber Tetek), maupun situs lainnya yang konon diperkirakan masih banyak dan belum ditemukan.
Sedangkan untuk situs peninggalan Raja Airlangga, juga banyak tersebar di sekitar Gunung Penanggungan yang masuk wilayah Kabupaten Pasuruan. Seperti Candi Belahan atau Sumber Tetek di Desa Wonosunyo yang diyakini warga setempat sebagai tempat perabuan Raja Airlangga.
Tempat abu dari Raja Airlangga itu berada di batu bertumpuk berukuran sekitar 50X75 centimeter dengan tinggi 1 meter, warga mengenalnya dengan Batu Galis. Batu itu sengaja disusun bertumpuk, karena di dalamnya berlobang dan lobang itulah yang menjadi tempat abu jenazah Raja Airlangga.
“Dari keterangan orang-orang tua di sini, pada jaman Belanda, Batu Galis itu hendak dicongkel. Sejumlah ilmuwan Belanda saat itu akan memisahkan kedua batu untuk mengetahui keberadaan lobang serta membuktikan kebenaran abu jenazah Prabu Airlangga. Tapi upaya mencongkel dengan berbagai alat itu tidak pernah berhasil,” ujar Suparmin, pria berusia 65 tahun warga Desa Wonosunyo.
Selain itu juga masih ada lagi, Prasasti Silet/Mataram bertarikh 9 Maret 1019 yang diyakini sebagai tanggal penobatan Airlangga sebagai Raja Kediri. Candi Kebo Ireng di Desa/Kecamatan Gempol, Raos Pecinan di Gempol (sekarang di bawah jembatan layang jalur arteri baru) , hingga Candi Gunung Gangsir di Kecamatan Beji yang bertarikh abad XI.
Dari masa Kerajaan Kediri, keberadaan Kawasan Gunung Penanggungan sebagai pusat pemerintahan dan kebudayaan kembali tegak. Yakni waktu Raden Wijaya yang dihadiahi alas Tanah Tarik justru menjadikannya pusat pemerintahan Kerajaan Majapahit yang didirikannya.
Pada saat Kerajaan Majapahit itu, Gunung Penanggungan dengan bentuknya yang gagah bak perwira perang itu, nampak memberikan kesan Majapahit benar-benar sebagai salah satu kerajaan yang besar di dunia waktu itu.
Sejumlah situs peninggalan Kerajaan Majapahit seolah-olah berlatar belakang Gunung Penanggungan. Itu paling nampak dengan keberadaan Taman Candra Wilwatikta di Pandaan yang saat ini dijadikan sebagai sentra pengembangan Budaya di Jawa Timur dan Indonesia pada umumnya.
“Sendra tari memang hasil pemugaran pada 1970-an saat pemerintahan Presiden Soeharto. Tapi lokasi dan posisi sendra tari itu sudah disesuaikan dengan bekas situs bebatuan yang ada pada saat itu. yakni latar belakangnya tetap Gunung Penanggungan dan jika ditarik garis lurus, sejajar dengan Trowulan,” terang Kusdiharto, sesepuh di Taman Candra Wilwatikata Pandaan beberapa waktu lalu.
Masih dalam ruang lingkup Taman Candra Wilwatikta, beberapa ratus meter di belakang sendra tari yang berlatar Gunung Penanggungan, diperkirakan bekas sendang atau petirtaan yang sering digunakan putri-putri Kerajaan Majapahit mandi. Konon bekas petirtaan itu menjadi tempat pemandian favorit dari Tribuana Tungga Dewi, Ratu Majapahit yang menggantikan Raja Jayanegara/Kala Gemet . | Harjo, TIMU