Pasuruan (wartabromo) – Untuk mengurangi pasangan suami istri (pasutri) belum memiliki akta nikah atau pasangan nikah siri, Pemerintah Kota Pasuruan kembali menggelar nikah massal. Nikah massal yang digelar di halaman Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) di Kelurahan Tambakan Kecamatan Panggungrejo, ini diikuti sebanyak 38 pasangan.
Para pasangan nikah siri yang ikut rata-rata berusia 40 tahun ke atas. Pasangan tertua berusian 72 tahun, sedangkan terdapat satu nikah siri termuda berusia 21 tahun yang mengikuti nikah massal. Mereka berasal dari Kecamatan Gadingrejo, Panggungrejo, Bugulkidul dan Purworejo.
Banyak kejadian lucu dan mengundang tawa saat pasangan ini mengucapkan ijab kabul di depan penghulu. Mereka tampak gugup dan malu-malu karena disaksikan ratusan orang termasuk para pejabat dan warga Rusunawa. Perasaan itu tampak terlihat dari ekspresi dan tingkah laku mereka.
Diantara mereka, Ruhi, seorang mempelai pria paling menyita perhatian saat harus menggulang kalmat ijab kabul karena dianggap tidak sah oleh penghulu.
“Sah!” tepuk tangan dan sorak menyusul suara penghulu saat Ruhi mengucapkan kalimat ijab kabul yang ketiga kalinya. Tepuk tangan dan tawa pecah menyertai Ruhi yang tersenyum bahagia.
Hasan (65), peserta asal Kelurahan Karangketug Kecamatan Gadingrejo, mengaku sangat grogi saat mengucapkan ijab kabul karena disaksikan banyak orang dan para pejabat. Namun ia senang akhirnya bisa memiliki akta nikah.
“Dulu kan yang penting nikah agama dulu,” ujar Hasan sembari menunjukkan buku dan akta nikah ke keluarga dan kerabatnya.
Para peserta nikah massal diberikan uang transportasi masing-masing Rp 50 ribu dan uang untuk mas kawin sebesar Rp 100 ribu.
Wali Kota Hasani mengatakan pihaknya sudah tiga kali menyelenggarakan nikah massal. Acara serupa akan terus dilakukan untuk mengurangi pasangan nikah siri di Kota Pasuruan. Menurut dia, saat ini masih terdapat sekitar 100 pasangan nikah siri di Kota Pasuruan yang akan diikutsertakan dalam nikah massal selanjutnya.
“Meski secara agama, mereka sudah sah sebagai suami-istri namun karena tak tercatat mereka mengalami kesusahan dengan urusan administratif dan birokrasi. Apalagi, anak-anak mereka juga tak bisa mendapatkan akta,” kata Hasani. (fyd/fyd)