Kraton (wartabromo) – Pasuruan memiliki potensi luar biasa di sektor pesisir. Daerah ini memiliki garis pantai yang panjang dan kualitas tanah yang baik untuk hutan bakau. Atas dasar itu Pasuruan dipilih sebagai lokasi Pusat Studi Mangrove.
Pusat studi pertama di dunia ini dibangun di pesisir Desa Pulokerto, Kecamatan Kraton, Kabupaten Pasuruan oleh Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan (BPSDM KP) Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pusat studi ini dijadikan stasiun praktek lapangan Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo.
“Pusat studi tersebut digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam upaya mendukung pengelolaan sumber daya pesisir dan laut secara terpadu dan berkelanjutan. Pengelolaan sumber daya pesisir harus memperhatikan keseimbangan habitat atau ekosistem tempat hidup ikan serta interaksi dengan organisme akuatik lainnya. Ini yang pertama di dunia,” kata Kepala BPSDM KP Kementerian Kelautan dan Perikanan, Suseno Sukoyono, di lokasi, Rabu (31/12/2014).
Areal ini memliki stasiun praktek lapangan seluas 22,5 hektare, meliputi kawasan budidaya mangrove, 24 petak tambak alas dan kawasan penyangga yang ditanami mangrove. Di lokasi ini sudah ditanamai 100.000 pohon mangrove meliputi 8 jenis dominan dan 10 jenis minor. Usia pohon mangrove di areal ini 3-7 tahun dengan ketinggian 2-6 meter.
“Dengan ditanami mangrove maka tambak akan semakin produktif. Semakin banyak mangrove yang ditanam di tambak kualitas air dan udara akan semakin baik untuk ikan. Mangrove juga menyediakan makanan alami bagi ikan,” terang Suseno.
Selain nilai ekonomis, kata dia, penanaman mangrove akan menjaga kelestarian ekosistem laut dan mencegah bencana karena memiliki akar yang kuat dan karakternya bisa memecah ombak besar yang datang. Dari sisi sosial, akan menjadi identitas yang bisa dibanggakan. “Kedepan juga bisa dikembangkan pariwisata,” kata dia.
Sementara Endang Suhaedy, Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo, mengatakan pusat studi mangrove tersebut mulai dirintis sejak 2006 dan diresmikan Juli 2014. Di sana juga dikembangkan pola tambak yang seimbang antara nilai ekonomi dan kelestarian alam tambak.
“Kalau yang digunalan warga saat ini kan 10 persen mangrove 90 tambak. Kalau pihak kehutanan 20 persen mangrove 80 persen tambak. Kalau kita di sini coba kembangkan 50 persen mangrove dan 50 persen tambak, dan ternyata berhasil,” kata Endang. (fyd/fyd)