Selanjutnya, menurutnya, sempat akan diterbitkan sertifikat hak milik atas sumber mata air umbulan dengan syarat membayar sejumlah biaya. Namun Pemkot Pasuruan, bersikeras tidak mau memenuhi permintaan tersebut.
Kota Pasuruan dan Surabaya merupakan wilayah yang paling beruntung mendapatkan segarnya air umbulan. Berbeda dengan Pemkab Pasuruan yang tak pernah berhasil menggunakan air Umbulan untuk masyarakat pantai seperti Grati, Rejoso, Lekok, dan Nguling padahal PDAM setempat sudah berulang kali mengajukan permohonan.
Sumber mata air umbulan sediri memiliki potensi debit rata-rata sekitar 5.000 liter/detik,secara efektif air umbulan tersebut telah dimanfaatkan sebesar 583 lt/dt terbagi atas 283 liter/detik untuk Kota Pasuruan dan Kota Surabaya, untuk irigasi 175 liter/detik untuk pembenihan ikan 105 lt/dt dan untuk air bersih warga desa Umbulan sebesar 20 liter/detik sedangkan sisanya 4.417 liter/detik terbuang percuma ke laut melalui Kali Rejoso.
Meski tidak pernah merasakan secara utuh segarnya air umbulan sejak jaman Belanda, Pemerintah Kabupaten Pasuruan memiliki beban tanggungjawab untuk menjaga kelestarian alamnya agar air umbulan tetap mengalir dengan deras dan dimanfaatkan untuk air bersih masyarakat Kota Pasuruan dan Surabaya.
“Terlepas siapapun yang mengaku memiliki sumber mata air umbulan. Mereka semua punya kewajiban untuk melestarikan daerah-daerah tangkapan sumber mata air umbulan,” ujar pegiat lingkungan Pasuruan, Faturohman.
Pria yang juga pendiri Yayasan Satu Daun tersebut mengingatkan, saat ini kondisi wilayah yang menjadi daerah tangkapan sumber mata air umbulan sudah cukup kritis baik itu Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Kawasan Perhutani maupun daerah-daerah tangkapan air sumber mata air umbulan tersebut yakni meliputi enam wilayah kecamatan di Kabupaten Pasuruan, yakni Winongan, Pasrepan, Puspo, Tutur, Tosari, dan Lumbang.
Berdasarkan data yang didapatkan wartabromo, hasil penelitian Puslitbang PU dalam “Model Hidrogeologi Daerah Umbulan” menyebutkan, bahwa telah terjadi penurunan debit mata air Umbulan (2007-2008) dari 4051 liter/detik menjadi 3278 liter/detik (head pond). Sementara pada debit tapak menunjukkan penurunan 4550 liter/detik menjadi 4186 liter/detik.
Penurunan debit sumber mata air umbulan tersebut diakibatkan terjadinya perubahan fungsi lahan dari hutan menjadi lahan pertanian serta semakin meluasnya lahan kritis di daerah hulu mulai dari Umbulan sampai wilayah lereng Gunung Bromo (DAS Rejoso).
Selain itu, Pengambilan Air Tanah Secara berlebihan air tanah untuk keperluan irigasi dan industri di hilir mata air serta aktivitas illegal drilling yang semakin meningkat di sekitar Kecamatan Gondang wetan, Winongan, Pasrepan , Grati dan Rejoso.
“Selama ini, saya menganggap perhatian terhadap upaya konservasi di wilayah hulu maupun hilir sangat minim.”tegasnya.
Fatur bahkan mengaku sangat mengecam pihak – pihak yang hanya menuntut hak dan berebut keuntungan dari sumber daya alam tanpa memperhatikan kewajibannya dalam melakukan konservasi terhadap daerah – daerah tangkapan air dari sumber mata air umbulan tersebut.
Sebagai aktivis yang bergerak di bidang lingkungan, dirinya berharap siapapun yang merasa memiliki Air Umbulan wajib menjaga kelestarian alam sebagai sumber mata air ini. (yog/yog)