Trik Melawan Pabrik Pencemar Limbah

936

demo limbah pasuruanPasuruan (wartabromo) – Mencermati banyaknya konflik industri dengan warga, ada beberapa mekanisme hukum yang dapat dipilih oleh masyarakat maupun pemerintah daerah dalam menyikapi adanya dugaan pencemaran lingkungan yakni secara administratif, perdata maupun pidana. UU No 32 Tahun 2009 mengatur pencemaran lingkungan termasuk kategori kejahatan lingkungan yang pelakunya dapat dikenai sanksi pidana.

”Apabila ada dugaan pencemaran lingkungan, dari aspek hukum pidana dapat dilaporkan ke pihak kepolisian atau pemerintah daerah. Namun saya sarankan ke kepolisian saja agar tindakan hukumnya lebih kuat. Siapapun bisa melaporkan itu, warga sekitar yang menjadi korban pencemaran lingkungan atau aktivis lingkungan,” ujar M. Anam Rifa’I, SH. MH, pemerhati Kebijakan Publik dan Hukum dari Averroes Community.

Menurutnya, pemerintah daerah juga memiliki wewenang untuk menindak secara pidana apabila ada dugaan pencemaran lingkungan. Dengan catatan pemerintah daerah memiliki Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang cakap di bidang penegakan hukum lingkungan.

”Mereka (PPNS) dapat melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan dugaan pencemaran lingkungan asalkan harus koordinasi dengan pihak kepolisian,” kata Anam.

Jika ada upaya menghalang-halangi proses penyelidikan dan penyidikan dari pihak perusahaan seperti penyidik tidak boleh masuk perusahaan untuk memeriksa fasilitas IPAL atau yang lainnya maka dapat kenai sanksi pidana. Selain itu, pemerintah daerah juga dapat mencabut berbagai ijin perusahaan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah dengan alasan ada upaya mengalang-halangi proses penegakan hukum atau proses pengawasan dari pemerintah daerah.

”Banyak kan ijin yang dikeluarkan pemerintah daerah terkait dengan wewenangnya. Ya, cabut saja kalau perusahannya tidak membolehkan PPNS-nya memasuki perusahaan untuk melakukan pemeriksaan,” tegas Anam.

Selain proses pidana, pencemaran lingkungan dapat digugat secara perdata. Ada tiga kelompok yang bisa mengajukan gugatan secara perdata, yakni masyarakat yang menjadi korban baik secara sendiri-sendiri maupun melalui gugatan bersama (class action), organisasi lingkungan dan pemerintah daerah. Gugatan perdata bisa diajukan ke Pengadilan Negeri setempat.

”Masyarakat, organisasi lingkungan atau pemerintah daerah dapat meminta ganti kerugiaan yang ditimbulkan akibat pencemaran itu kepada perusahaan,” kata alumus Universitas Brawijaya itu.

Adapun terkait dengan gugatan perdata yang dilakukan oleh masyarakat organisasi lingkungan hidup atau pemerintah/pemerintah daerah. Masyarakat bisa memilih class action (gugatan secara kolektif) karena menurut Anam, saat sidang di pengadilan, gugatan model class action posisinya lebih kuat.

Terkait tentang perdata, Rere Cristianto, aktivis Walhi Jawa Timur memiliki pendapat lain. Menurutnya pendekatan perdata dalam kasus lingkungan bukanlah pilihan terbaik.

“Ganti rugi itu sifatnya membayar dosa masa lalu kepada warga. Nominalnya pun biasanya tidak sebanding dengan kerugian warga. Lantas, apakah kita akan biarkan dia melakukan dosa-dosa lagi di masa mendatang? Yang utama adalah pidananya. Ganti rugi (perdata) perlu, tapi pelaku harus dihukum sesuai undang-undang dan perusahaan harus ditutup (izinnya)” terang Rere kepada Titik Temu.

Advokasi terhadap kasus lingkungan selama ini memang membutuhkan proses dan stamina yang panjang. faktor utama kemenangan warga adalah pada kekompakan. Merujuk pengalamannya memerangi “penjahat lingkungan”, sering didapati uang bisa menghentikan perjuangan warga. Tak jarang hal itu juga melibatkan oknum dari warga.

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.