Pasuruan (wartabromo) – Pemerintah Kota Pasuruan telah menyiapkan berbagai hal untuk menjadikan Kota Pasuruan sebagai Kota Layak Anak (KLA). Namun, Peristiwa penculikan dan pembunuhan bocah di kebun pisang yang hingga kini tak terungkap telah menciderai citra Kota Pasuruan untuk bisa disebut Kota Layak Anak tahun 2015.
“Sangat miris sekali. Apalagi ini (penculikan dan pembunuhan anak ) terjadi di Kota yang sedang menuju sebutan Kota Layak Anak,” kata Ali Sodikin, aktivis perempuan dan anak beberapa waktu lalu menanggapi tentang tragedi hilangnya balita Amira dan ditemukannya mayat bocah di Kebun Pisang di Kelurahan Petamanan, Kota Pasuruan.
Kedua kejadian yang melibatkan anak balita sebagai korbannya tersebut, hingga kini belum juga terungkap dan masih menjadi tanda Tanya besar di Kota Pasuruan.
Disaat yang sama, Program Kota Layak anak sudah dicanangkan oleh Pemkot sejak tahun 2011 mengacu pada peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomer 11 Tahun 2011 tentang Kebijakan Pengembangan Kabupaten Kota layak Anak.
Pemkot pun melakukan kerjasama dengan perwakilan UNICEF Jawa Timur melalui surat Wali Kota Pasuruan nomor 050/136/423.151/2011 Tanggal 19 Mei 2011 serta melakukan sejumlah kegiatan di tahun 2012 melalui kegiatan Pelatihan dan sosialiasi, sekolah ramah anak, Penyusunan data Analisa Situasi Ibu dan Anak (ASIA) dan FGD metode TOPs pada pondok pesantren serta Peningkatan kapasitas forum Anak dan forum Advokasi dalam merintis Kelurahan Layak Anak.
Bahkan, pertengahan Juni 2014 lalu, dikutip dari situs Bappeda Kota Pasuruan, Pemkot telah menggelar rapat koordinasi Tim Kota Layak Anak Kota Pasuruan tahun 2014. Dalam kegiatan tersebut disimpulkan bahwa pembangunan sebagian akan difokuskan pada upaya pemenuhan hak anak seperti Kesehatan, Pendidikan, Infrastruktur, Perlindungan, Lingkungan Hidup, Pariwisata dan Partisipasi Anak.
Terakhir, Pemkot Pasuruan mengukuhkan Forum Anak Kota Pasuruan pada Selasa (4/11/2014) hari ini dengan ditandai pelepasan balon oleh istri Walikota Pasuruan.
Salah satu indikator agar sebuah Kabupaten/ Kota bisa disebut Kota Layak Anak (KLA) adalah terpenuhinya klaster hak anak sebagaimana ditetapkan dalam Permen Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomer 12 Tahun 2011 yakni hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dan kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya serta perlindungan khusus.
Penculikan balita dan ditemukannya mayat seorang bocah perempuan secara mengenaskan di Kebun Pisang beberapa waktu lalu telah mengoyak semua hak – hak yang seharusnya didapatkan oleh anak untuk tinggal di suatu kota dan menjalankan kebebasannya.
“Kasus anak ini sudah menjadi persoalanan bersama. Daerah harus segera mencari formulasi agar yang disebut Kota layak anak adalah yang berbasis masyarakat. Dan bukan lips service,” tandas Pendiri Yayasan Rumah Perempuan dan Anak Pasuruan, Ali Sodikin.
Pemerintah Daerah seharusnya ikut pula mendorong agar lembaga – lembaga swadaya dan yayasan yang getol dalam persoalan perlindungan terhadap hak – hak anak di daerah mendapatkan ruang dan perhatian baik secara regulasi maupun anggaran.
Walikota Pasuruan, Hasani saat dikonfirmasi terkait Pasuruan menuju Kota Layak anak menyatakan jika pihaknya akan terus mendorong SKPD terkait untuk terus melakukan pembinaan melalui berbagai program yang sudah dicanangkan.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menyatakan bahwa setiap anak berhak mendapat perlindungan. Perlindungan Anak dimaknai sebagai segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak – haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.