Melewati Pasar Setan Menaklukkan Ogal-Agil (Edisi Lereng Arjuna/Habis)

2508
makutoromo
fto by : merdekasaja.blogspot.com

Purwosari (wartabroomo) – Tak puas rasanya jika kita belum menuntaskan perjalanan mendaki puncak arjuno dan menyibak segala rahasia kemistikannya. Keheningan petilasan Eyang Suktrem, Abiyasa dan Eyang Sakri terasa lengkap jika kaki kita kembali melangkah menuju petilasan Eyang Semar. Petilasan paling angker yang ada di lereng Arjuno.
Untuk mencapainya, dibutuhkan jarak tempuh sekitar 1 jam 15 menit dari petilasan Eyang Sakri.

Menyusuri punggung bukit yang terjal lalu membelah padang alang-alang dan hutan lebat akan mengantarkan kita pada ketinggian 2100 mdpl. Rasa capek akan terbayar ketika kita melihat arca Eyang Semar yang berbalut sarung hitam putih menghadap ke arah terbitnya matahari. Semar dikenal sebagai tokoh pewayangan paling utama dalam pewayangan Jawa dan Sunda. Semar merupakan gambaran perpaduan rakyat kecil sekaligus dewa kahyangan.

Menurut legenda dan cerita dari mulut ke mulut. Lokasi ini merupakan persinggahan Eyang Semar ketika mengantar Wisnu yang akan bertapa di Makutarama. Para pendaki biasanya diwanti-wanti agar tidak menginap atau beristirahat di lokasi ini. Meski di lokasi ini telah dibangun tiga pemondokan dan sebuah aula oleh para peziarah yang sering berkunjung dan bertapa di lokasi ini.

Tak jauh dari lokasi petilasan eyang semar, sekitar 30 menit perjalanan, kita akan sampai di Makutarama yakni tempat yang dipercaya sebagai lokasi pertapaan Wisnu sehingga lokasi ini akrab disebut dengan Wahyu Makutarama. Petilasan ini berupa bangunan dari batu andesit berukuran 7 x 7 meter dan tinggi sekitar 3 meter. Di bangunan batu ini terdapat dua buah Mahkota raja yang saling berdampingan. Konon, batu ini merupakan simbol kebesaran dari raja jaman duhulu.

Para peziarah dan pertapa yang datang ke tempat ini biasanya menempati sebuah pondok yang terbuat dari jerami yang ada di sisi kiri pelataran Makutarama. Tak jauh dari situ, terdapat sebuah sungai dengan batu-batu yang besar yang saat musim kemarau menyisakan genangan di cela batu sehingga disebut ‘Sendang Widodaren’.

Perjalanan berlanjut, setelah puas beristirahat dan melepas penat di Wahyu Makutarama. Kini saatnya melangkah menuju puncak sepilar. Puncaknya laksana altar candi dengan anak tangga dari batu dan arca-arca di sebelah kanan-kiri jalannya. Persis di atas bukit, kita akan menjumpai tiga buah arca pandawa yang masih berdiri tegak di atas batu. Konon, di sinilah tempat moksa para Pandawa. Sayangnya, dua arca lainnya yakni arca nakula dan sadewa telah hilang dicuri orang.patung-raksasa-arjuna

Di Sepilar ini terdapat pula sembilan arca yang menggambarkan raksasa yang sedang mengawal Pandawa sehingga suasana angker dan menyeramkan sangat terasa apalagi pada malam hari. Keangkeran Sepilar bertambah dengan cerita mistis adanya pasar setan atau Pasar Dieng di lokasi ini, seperti halnya di Gunung Lawu atau Gunung Merbabu, Jawa Tengah. Pada malam bulan suro banyak sekali para peziarah terutama aliran kejawen yang berziarah atau bertapa.

Puas merasakan segala aroma mistis di lokasi ini, perjalanan dilanjutkan menuju candi Manunggale suci. Sebuah Candi yang berupa batu yang ditata seperti pondasi yang di atasnya diletakkan marmer bertuliskan huruf jawa dan di bawahnya tertulis Sura Dira Jaya Diningrat Lebur Dining Pangastuti ( Kejahatan pasti kalah oleh kebaikan).

Deru angin dan kabut tipis yang muncul menerpa wajah menambah suasana seram menaiki puncak Arjuna. Butuh waktu sekitar 5 jam dari candi Manunggale suci untuk bisa sampai puncak ogal-agil Arjuna. Terjalnya medan berbatu yang curam membutuhkan tingkat kehati-hatian yang lumayan, apalagi pada malam hari. Sekitar 1 jam kemudian berbelok ke kanan mengikuti alur punggung bukit yang terjal. Nampak jurang dalam yang sangat indah dan Puncak gunung Arjuna sudah kelihatan di depan mata.

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.